Ultimate magazine theme for WordPress.

Mandi Balimau Jelang Ramadhan: Sebuah Tradisi Yang di Salah Artikan

697

Ramadhan semakin dekat, happy ramadhan rindu ramadhan, bulan yang penuh barokahampunan, Pokoknya banyak pahala yang bakal kita dapat, ingat kata ALLAH, “Fastabiqul Khoirot” berlomba lombalah dalam kebaikan.

Berhubung bentar lagi ramadhan, kali ini saya akan sedikit mengulas mengenai mandi balimau menurut islam yang sering di ributkan oleh banyak orang dan banyak juga yang menjadikannya ajang politik (kampanye menjelang pemilihan kepala daerah) dengan memanfaatkan itu (sebel banget kan?)

 
 

BALIMAU dalam terminologi orang Minang adalah mandi menyucikan diri (mandi wajib, mandi junub) dengan limau (jeruk nipis), ditambah ramuan alami beraroma wangi dari daun pandan wangi, bunga kenanga, dan akar tanaman gambelu, yang semuanya direndam dalam air suam-suam kuku. Lalu, dibarutkan (dioleskan) ke kepala.

“Ramuan tradisional untuk balimau tersebut adalah warisan turun-temurun sejak dulunya, sejak puluhan tahun lalu bahkan konon sejak ratusan tahun lalu. Sungguhpun tradisi ini telah mulai hilang atau sengaja dihilangkan, karena ada kalangan alim ulama diranah minang sendiri , menganggap tradisi “balimau“ sebagai perbuatan bid’ah, namun bagi kami apapun celaan terhadap tradisi ini, selayaknya “ Tradisi balimau” tetap dipelihara dan dilestarikan. 

Memang dalam Islam tak ditemukan ajaran seperti Balimau ini. Itulah sebabnya, tradisi ini sempat melahirkan kecaman dari tokoh agama. Tradisi ini dinilai peninggalan Hindu yang umatnya mensucikan diri di Sungai Gangga, India.

Balimau dianggap mirip dengan Makara Sankranti, yaitu saat umat Hindu mandi di Sungai Gangga untuk memuja dewa Surya pada pertengahan Januari, kemudian ada Raksabandha sebagai penguat tali kasih antar sesama yang dilakukan pada Juli-Agustus, lalu Vasanta Panchami pada Januari-Februai sebagai pensucian diri menyambut musim semi.

 
Namun, niat menyucikan yang dilakukan warga tentu saja berbeda dengan umat Hindu. Tak ada pula pelarangannya. Apalagi dalam tradisi ini juga ada sentuhan ke-Islam-an, yaitu beramaaf-maafan menjelang ibadah puasa.
 
Hanya saja yang menjadi masalah, saat Tradisi Balimau berlangsung kerap terjadi perbuatan yang dinilai maksiat. Misalnya, ada yang menjadikan Tradisi Balimau sebagai ajang pacaran. Bahkan tak sedikit lelaki yang memelototi tubuh wanita yang lekuk tubuhnya terlihat jelas sebab badannya terbalut kain basah. Inilah yang membuat esensi Mandi Balimau tersebut tidak ada lagi., Mereka beranggapan seperti kalimat berikutini:

Besok kan Puasa, nggak bisa ngapa-ngapain, jadi Balimau Kasai dijadikan hari terakhir sebelum hari semuanya dilarang pada keesokan hari.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) maupun tokoh masyarakat pun geram dengan berubahnya makna Balimau Kasai ini. Tetapi seperti yang sudah-sudah, tradisi ini tetap berjalan menyimpang dari makna sebenarnya
You might also like
Leave A Reply

Your email address will not be published.