Gini ini kan jadi pingin ngasih pengumuman mata kuliah buat mahasiswa saya:
NYEBARIN HOAX? Nilai E untuk semua mata kuliah saya!
*plagiarisme, titip absen, nyontek, typo lewat dah
*saya emang galak, situ mau ngapain?
- Buu buuu… kalok sukak share berita artis koreyaah… Dapet nilai A ya,Buuu?? Ikikikikikikikikikikikikikikii
- kalau yang ngoreksi berita hoax pakai data yang aktual otomatis A ya buuu
- Dengan senang hati Bu saya mendukung. Hihihihi…
Saya memilih untuk TIDAK melihat fenomena hoax dan kaitannya dg status saya ini sebagai sesuatu yang conclusive, mutlak, bahwa hukuman nilai E adalah harga mati. Sehingga saya juga tidak akan mengotakkan diri saya dalam diskusi yang dikotomis spt adil tidak adil – sulit lah…siapa sih guru yang bisa seadil mungkin dlm mendidik? Tapi saya mau ajak Frater melihat konteksnya, kenapa saya berpikir demikian. Pertama, saya tidak mau melihat mahasiswa sebagai individu yang tidak bisa berpikir dan pasif, tapi individu pembelajar yang aktif mencari tahu tentang satu informasi, berpikiran kritis, dst. Sehingga ketika mereka memutuskan untuk menyebar berita hoax, keputusan itu adalah hasil dari perilaku sadar dan bukan karena tidak sengaja atau bahkan kecelakaan. Tapi, toh fenomena hoax ini buat saya sbg pendidik harus menyadari bahwa kesadaran berpikir yg diharapkan masih jauh. Apalagi jumlahnya gk tanggung2, banyak sekali yang melakukan dan efeknya massive. Well, sebut saja kemudian saya memiih cara yg lebih pragmatis kali ini, sebagai shock terapi, menggugah kesadaran, tapi juga punya konsekuensi yg mengikat, dengan hukuman. Kelihatan tidak berprikemanusian? Mengabaikan prinsip keadilan? Well, saya terima konsekuensinya. Tapi toh spt penjelasan saya diawal, ini bukan konklusif, bukan harga mati. Ada banyak elaborasi yang HARUS dilakukan untuk kembali pada tujuan pendidikan, memanusiakan manusia.
Jadi, bagi anda mahasiswa, Masihkah Ingin Menyebar Berita Hoax Hari Ini?